1.
Sejarah
Perkembangan Sempoa
Sempoa
adalah alat hitung tradisional yang berasal dari Asia Timur, seperti Cina,
Korea, Taiwan dan Jepang. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sempoa sendiri lahir
dari negara arab yang kemudian menyebar ke daratan China yang dibawa oleh para
pedagang gujarat sekaligus menyampaikan misi keagamaan (islam). Sempoa itu
sendiri awal mulanya adalah sebuah tasbih yang terdiri dari 99 buah manik-manik
dan seutas tali yang membentuk lingkaran. Alat ini digunakan sebagai alat untuk
berdzikir bagi umat muslim.
Seiring
perkembangan zaman, sempoa digunakan sebagai alat hitung tradisional di
beberapa negara di Asia Timur. Ditetemukan kurang lebih 1800 tahun yang lalu
dan mempunyai inti kerja menaikturunkan biji sempoa dengan tangan secara nyata.
Sempoa memiliki beberapa nama khas tersidiri seperti cipoah, abakus, suzhuan
atau soroban dan sim suan sesuai dengan negara yang menggunakan alat tersebut.
Walapun sempoa berkembang di Asia Timur, namun menurut salah satu sumber,
abakus paling tua di dunia ditemukan di Mesopotamia Kepulauan Salamis dan
Hiroglif Fir’aun di Mesir. Saat itu, manusia menciptakannya dari
gumpalan-gumpalan tanah. Gumpalan-gumpalan inilah yang dinamakan abax (bahasa
Yunani) yang kemudian terkenal dengan istilah abacus. Sedangkan dalam
perhitungan orang arab atau dunia islam, sejak abad ke-7, mereka menggunakan
alat hitung butiran dari batu atau biji kurma.
Bentuk
sempoa bermacam-macam, ada sempoa dengan bentuk 2-5 (2 biji sempoa atas dan 5
biji sempoa bawah) sempoa ini dikenal dengan sempoa china, sempoa ini populer
dikalangan pedanga tionghoa karena kecepatannya dalam penggunaan transaksi
penjualan. Ada lagi sempoa yang lebih sedikit bijinya yaitu sempoa 1-4 (1 biji
di atas dan 4 biji di bawah), sempoa ini mulai dipakai dan dimasyarakatkan di
Jepang, sehingga sempoa 1-4 dikenal dengan sempoa jepang atau dikenal dengan
nama Soroban (bahasa Jepang).
Pada
abad ke-20 terjadi penemuan revolusioner seiring dengan penelitian tentang
perkembangan otak manusia, yaitu berhitung dengan menggunakan sempoa yang
tadinya terikat dengan alat sempoa, terenyata bisa dipindahkan dalam bayangan
otak manusia, sehingga proses berhitung lebih cepat lagi dan membantu
perkembangan otak. Pendidikan tersebut dikenal dengan Mental Aritmetika. Dalam
proses belajarnya, sempoa yang digunakan adalah sempoa sistem 1-4, karena lebih
meudah dan memiliki alternatif bentuk dalam proses perhitungan hanya satu saja.
Sehingga memudahkan dalam proses membayangkan (mental). Sedangkan pada bentuk
sempoa 2-5 lebih sulit untuk dimentalkan karena memiliki banyak alternatif
bentuk dalam proses perhitungannya.
Mental Aritmetika adalah
berhitung diluar kepala atau mencongak, diambil dari bahasa Inggris Mental Arithmetic.
Sedangkan arti bahasa mental aritmetika terdiri dari dua kata yaitu mental
dan aritmetika. Aritmetika adalah bagian dari ilmu dasar
matematika (sedangkan matematika terdiri dari Aljabar, geometri, aritmatika,
trigonometri dll). Aritmetika merupakan dasar bagi manusia untuk berhitung dan
berhitung itu merupakan dasar dari beberapa ilmu yang dipakai dalam setiap
kehidupan manusia (orang butapun bisa berhitung). Berhitungnya menggunakan alat
bantu sempoa. Mental adalah memindahkan sempoa pada bayangan otak
sehingga bisa berhitung lebih cepat lagi. Jadi dalam mental aritmetika yang
dipelajari hanya berhitung tambah kurang kali dan bagi, tidak ada aljabar,
geometri atau bagian matematika yang lain.
Mental
Aritmatika ini mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1996 dengan harga kursus
yang cukup mahal sehingga hanya kalangan tertentu yang bisa mengikuti
pendidikan ini. Kemudian seiring perkembangan zaman dan banyaknya orang yang
menguasai sempoa, biaya kursus semakin murah.
2.
Proses Berhitung dengan
Sempoa Secara Mental
Mental aritmetika dapat
dipelajari serta diaplikasikan kepada semua usia. Tetapi usia ideal untuk
menerapkan sistem belajar mental aritmetika adalah anak-anak berusia 5 sampai
12 Tahun, karena pada usia inilah perkembangan otak manusia mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Disamping itu pada usia ini anak sudah mulai
mengenal perhitungan sederhana. Sehingga pada saat belajar berhitung
menggunakan sempoa anak sudah dapat mengaplikasikannya.
Pada tahap awal belajar
berhitung (+), (-), (x), (J dengan metode manipulasi biji-biji sempoa
(tanpa hapalan). Sampai bisa mengerjakan soal dengan jawaban akurat. Metode
berhitung yang dipakai berbeda dengan metode berhitung yang saat ini dipakai.
Kalau saat ini kita berhitung dengan menggunakan hafalan tetapi dengan logika
sempoa. Jadi dalam mental aritmatika akan mengubah pola berhitung yang selama
ini dipakai oleh anak. Selanjutnya perlahan-lahan peran sempoa tersebut
dikurangi dan dipindahkan pada bayangan di otak sehingga pada saatnya siswa
akan mampu mengerjakan perhitungan yang rumit hanya dengan mengimajinasikan
pergerakan biji-biji dari sempoa yang ada pada ingatan anak saja
REFERENSI
Gullberg, J. (1997). Mathematics From the Birth of Numbers. London: W.W.Norton
& Company. ISBN : 0-393-04002-X.
Matlin, M. W. (2009). Cognitive
Psychology Seventh Edition International Student Version. Printed In Asia:
John Wiley & Sons, Inc.
Menninger, K. W. (1969).
Number Words and Number Symbols: A Cultural History of Numbers. MIT
Press. ISBN. 0-262-13040-8.
Moon, P. (1971).The Abacus: Its history; its design; its possibilities in
the modern world. New York: Gordon and Breach
Science
0 komentar:
Posting Komentar