Oleh
: Mokhammad Ridwan Yudhanegara, M.Pd.
Beberapa
bulan yang lalu, pada salah satu jejaring sosial dihebohkan dengan permasalahan
butir soal tentang perkalian di sekolah dasar, lebih khususnya terkait dengan
sifat komutatif matematika. Kita jumpai soal perkalian 6 x 4, pada kasus
tersebut 6 x 4 = 6 + 6 + 6 + 6 = 24. Itu merupakan jawaban siswa disalahkan
oleh gurunya, karena sepengetahuan gurunya seharusnya 6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4
+ 4 = 24. Jika kita cermati secara matematis, 6 x 4 = 4 x 6 = 24 yang
selanjutnya disebut sifat komutatif perkalian. Nah berdasarkan sifat komutatif
tersebut maka jawaban seorang siswa sekolah dasar tentang 6 x 4 = 6 + 6 + 6 + 6
= 24 adalah benar. Untuk 6 x 4 = 6 + 6 + 6 + 6 = 24 atau 6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24
adalah sebuah seni dalam matematika, dapat disimpulkan bahwa keduanya benar. Di Jepang malah menggunakan cara sama percis apa yang dikerjakan oleh siswa
sekolah dasar tersebut, yaitu 6 x 4 = 6 + 6 + 6 + 6 = 24 sedangkan di
Indonesia umumnya memakai 6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24. Malah di Amerika
terdapat buku yang mengatakan bahwa perkalian itu sendiri bukan penjumlahan
berulang, wah... lebih panjang lagi kalau dibahas. Disitulah contoh letak seni
dalam matematika.
Matematika
tidak hanya bergelut di dalam logika dan rumus, matematika telah digunakan
sebagai sarana untuk mengekspresikan keindahan melalui pola, simetri dan struktur. Sepanjang sejarah
matematika dan seni selalu berjalan beriringan, dan dengan matematika seniman
dapat menghasilkan karya seni dari sudut pandang yang berbeda.
Seni
dilahirkan berdasarkan kebutuhan manusia untuk mengekspresikan apa yang terjadi
pada dirinya sendiri dalam mejalani kehidupannya. Seni mengkombinasikan suatu
fungsi dan estetik ke dalam objek yang digunakan oleh manusia. Bentuk hasil
karya seni diantaranya tulisan, lukisan, hasil pahatan dan kombinasi dari
ketiganya sehingga menghasilkan karya yang sangat bervariasi. Perlu digaris
bawahi bahwa seni yang dimaksud pada bahasan ini adalah seni visual, artinya
yang dapat dilihat. Untuk yang sifatnya audio ataupun audio visual tidak
dibahas.
Tatkala
seorang pelukis menggambar sebuah box atau kotak, secara tidak disadari bahwa dia
telah menggunakan konsep matematika yaitu konsep geometri sehingga terbentuk
sebuah balok atau kubus. Seniman tersebut harus menuangkan benda tiga dimensi
ke dalam kertas dua dimensi. Sedangkan seorang matematika dapat menganalisis
sebuah karya seni berdasarkan ide-ide matematis. Seorang matematikawan dapat
menyatakan bahwa sebuah motif karpet, sarung, ataupun kain batik merupakan
suatu simetri dan memiliki sifat-sifat geometris tertentu karena didalamnya
terkandung proses transformasi seperti pencerminan (refleksi), pergeseran
(translasi), rotasi (perputaran), atau dilatasi (perkalian). Tetapi tentu saja
si pembuat karpet, sarung, ataupun kain batik tidak menggunakan ide-ide
tersebut dalam penciptaanya.
Matematika
telah digunakan dalam berbagai kebudayaan dan membantu dalam penciptaan seni
terbesar. Pada zaman dahulu dan sekarang matematika (khususnya geometri) digunakan dalam
menciptakan pahatan dan lukisan yang bentuknya berpola ataupun simetris,
bentuk-bentuk geometris digunakan dalam dekorasi bangunan yang megah supaya
terlihat lebih indah. Malah sekarang terdapat penemuan yang lebih canggih lagi,
bahwa seorang arkeolog dan antropolog dapat mengetahui umur suatu artefak melalui
bentuk simetris dari benda yang ditemukan.
Dikutip dari berbagai sumber.
0 komentar:
Posting Komentar